Syair: Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara

Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara - Hallo sahabat puisi,pengertian dari syair dan contoh ragam syair,pengertian syair dan pantun pengertian puisi syair serta pengertian dan contoh syair Panahranah, Puisi, baca lagi di Pengertian syair Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Kurikulum 2013, Artikel Sejarah Indonesia, Artikel Sejarah Kelas X, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara
link : Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara

Baca juga: sapiens, Pengertian syair


Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara

Sebelum masuknya agama Islam ke Indonesia, di Indonesia terlebih dahulu telah berkembang beberapa kebudayaan, baik kebudayaan asli Nusantara maupun kebudayaan yang bercorak Hindu – Budha. Ketika agama Islam masuk ke Indonesia terjadi proses perpaduan kebudayaan yang disebut dengan akulturasi. Akulturasi ialah hasil perpaduan dua atau lebih kebudayaan yang memiliki ciri-ciri kebudayaan asal.
Gambar. Akulturasai Kebudayaan Islam pada Bangunan Masjid

Di Indonesia proses akulturasi kebudayaan Islam terjadi pada beberapa bidang seperti; bidang bangunan, aksara dan seni sastra, seni ukir, kesenian atau seni pertunjukan dan sistem penghitungan hari. Pada kali ini edusejarah akan mengulas hasil akulturasi Islam pada bidang bangunan.

Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak ada perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan praIslam yang telah ada. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid dan menara serta bangunan makam.

Bangunan Masjid dan Menara
Fungsi utama dari masjid, adalah tempat beribadah bagi orang Islam. Masjid atau mesjid dalam bahasa Arab mungkin berasal dari bahasa Aramik atau bentuk bebas dari perkataan sajada yang artinya merebahkan diri untuk bersujud. Dalam bahasa Ethiopia terdapat perkataan mesgad yang dapat diartikan dengan kuil atau gereja. Di antara dua pengertian tersebut yang mungkin primer ialah tempat orang merebahkan diri untuk bersujud ketika salat atau sembahyang.

Pengertian tersebut dapat dikaitkan dengan salah satu hadis sahih al-Bukhârî yang menyatakan bahwa “Bumi ini dijadikan bagiku untuk masjid (tempat salat) dan alat pensucian (buat tayamum) dan di tempat mana saja seseorang dari umatku mendapat waktu salat, maka salatlah di situ.” Jika pengertian tersebut dapat dibenarkan dapat pula diambil asumsi bahwa ternyata agama Islam telah memberikan pengertian perkataan masjid atau mesjid itu bersifat universal.

Dengan sifat universal itu, maka orang-orang Muslim diberikan keleluasaan untuk melakukan ibadah salat di tempat manapun asalkan bersih. Karena itu tidak mengherankan apabila ada orang Muslim yang melakukan salat di atas batu di sebuah sungai, di atas batu di tengah sawah atau ladang, di tepi jalan, di lapangan rumput, di atas gubug penjaga sawah atau ranggon (Jawa, Sunda), di atas bangunan gedung dan sebagainya. Meskipun pengertian hadist tersebut memberikan keleluasaan bagi setiap Muslim untuk salat, namun dirasakan perlunya mendirikan bangunan khusus yang disebut masjid sebagai tempat peribadatan umat Islam. Masjid sebenarnya mempunyai fungsi yang luas yaitu sebagai pusat untuk menyelenggarakan keagamaan Islam, pusat untuk mempraktikkan ajaran-ajaran persamaan hak dan persahabatan di kalangan umat Islam. Demikian pula masjid dapat dianggap sebagai pusat kebudayaan bagi orang-orang Muslim.

Di Indonesia sebutan masjid serta bangunan tempat peribadatan lainnya ada bermacam-macam sesuai dan tergantung kepada masyarakat dan bahasa setempat. Sebutan masjid, dalam bahasa Jawa lazim disebut mesjid, dalam bahasa Sunda disebut masigit, dalam bahasa Aceh disebut meuseugit, dalam bahasa Makassar dan Bugis disebut masigi.

Ciri-Ciri Bangunan Masjid Kuno di Indonesia
Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Atapnya berupa atap tumpangyaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas berbentuk limas. Jumlah tumpang biasanya selalu gasal/ ganjil, ada yang tiga, ada juga yang lima. Ada pula yang tumpangnya dua, tetapi yang ini dinamakan tumpang satu, jadi angka gasal juga. Atap yang demikian disebut meru. Atap masjid biasanya masih diberi lagi sebuah kemuncak/ puncak yang dinamakan mustaka.
Gambar. Mesjid Agung Demak Atapnya Berbentuk Tumpang
Sumber. Munamadrah.com/wp-content/uploads/2015/04/ mesjid+agung+demak.jpg

Gambar. Bangunan Meru di Bali Atapnya Berbentuk Tumpang
Sumber. Wisata.balitoursclub.com/wp-content/tumpang_meru.jpg

Ranggon atau atap yang berlapis diambil dari konsep 'Meru' dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Sunan Kalijaga memotongnya menjadi tiga susun saja, hal ini melambangkan tiga tahap keberagamaan seorang muslim; iman, Islam dan ihsan.

Pada mulanya, orang baru beriman saja kemudian ia melaksanakan Islam ketika telah menyadari pentingnya syariat. Barulah ia memasuki tingkat yang lebih tinggi lagi (ihsan) dengan jalan mendalami tasawuf, hakikat dan makrifat.

2) Tidak ada menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan. Berbeda dengan masjid-masjid di luar Indonesia yang umumnya terdapat menara. Pada masjid-masjid kuno di Indonesia untuk menandai datangnya waktu salat dilakukan dengan memukul beduk atau kentongan. Yang istimewa dari Masjid Kudus dan Masjid Banten adalah menaranya yang bentuknya begitu unik. Bentuk menara Masjid Kudus merupakan sebuah candi langgam Jawa Timur yang telah diubah dan disesuaikan penggunaannya dengan diberi atap tumpang. Pada Masjid Banten, menara tambahannya dibuat menyerupai mercusuar.
Gambar: Menara dan Mesjid Kudus yang Bercorak Langgam Candi Jawa Timur
Sumber: 2bp.blogspot.com/skgjwkje0k9/mesjid_kudus.jpg

Gambar. Mesjid Agung Banten Memiliki Keunikan pada Menara yang menyerupai mercusuar.
Sumber. Upload.wikimedia.org/wikipedia/masjid_agung_banten.jp

Gambar. Bangunan Bale Kulkul di Bali Sebagai Sarana Alat Komunikasi oleh Warga.
Sumber. Upload.wikimedia.org/wikipedia/masjid_agung_banten.jpg
  
3) Masjid umumnya didirikan di ibu kota atau dekat istana kerajaan. Ada juga masjid-masjid yang dipandang keramat yang dibangun di atas bukit atau dekat makam. Masjid-masjid di zaman Wali Sanga umumnya berdekatan dengan makam.
Gambar. Masjid yang Disekitarnya ada Makam Berada di Pekanbaru.
Sumber. Radarpekanbaru.com/berita/masjid_raya_makam.jpg

4) Ada kolam/parit di bagian depan atau samping.
Demikianlah hasil akulutrasi kebudayaan Islam pada bidang bangunan Masjid dan Menara. Selain Masjid dan Menara, bangunan lain yang mendapat akulturasi Islam ialah bangunan Makam. 
  • Baca Akulturasi Islam pada Bangunan Makam
Sumber:
  1. Kemdikbud. 2017. Sejarah Indonesia untuk SMA/SMK/MA Kelas X. Kemdikbuk:Jakarta

oOo


Demikianlah Artikel Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara

Sekianlah artikel Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Akulturasi Islam dalam Bidang Bangunan Masjid dan Menara dengan alamat link Sapiens
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Related Post
Kurikulum 2013,Sejarah Indonesia,Sejarah Kelas X